Kamis, 18 Juli 2019

Hari Tua (Puisi Putus Asa Tak Bisa Memilikimu)

Hari Tua

Tetaplah padaku, Dhea, sebab api makin mati
kucingku dan aku sudah tua, ketuaan bakal mengelana
Lelaki bernafsu binal bikin menghilang pancaran air terbang
sangat kaku bakal mencinta
untuk maju, terlalu beku untuk bercinta

Kuambil buku dan dekatkan diri pada dia
Bolak balik lembaran kuning lama, dari menit ke menit
jam berdetik kena kalbuku, sebuah kawat kering
Bergerak
aku tak kuasa lajari lautanmu, aku tak kuasa edari
Ladangmu, juga pegununganmu, juga lembahmu
Tidak bakal lagi, juga tidak pertarungan nun disana
Dimana perwira muda kumpulkan lagi barisan yang
Pecah

Hanya tinggal tenang sedangkan pikiranku mengenangkan
keindahan nyala api dari keindahan
Biar malam kini lalu
cinta tapi mimpi masih ganggu
yang bawa kita bersama sekamar
Tidak ada yang diberi gampang saja. Kadang-kadang mesti kita cari
Gedung-gedung besar berdesak-desakan dalam mentari
di belakangnya terjalin jeruji
jauh tersembunyi gubuk dan teratak keji
Tidak apapun bisa menentukan nasib kita.
Aku telah sadar,orang jelata tak bisa mendapat putri

Selasa, 16 April 2019

TENTANG DHEA YANG KUCINTA PART 2

Tentang dia seseorang yang tak pernah kujumpai sebelumnya. Tentangnya yang hadir secara tiba-tiba, diam, tanpa suara lalu semua sepi dan hanya saling tatap diantara kita
Lantas mengapa?
sudah lama aku tidak jatuh cinta. Sudah lama, aku bertekad untuk menyingkirkan cinta dari kehidupanku. Tidak, untuk cinta.
Tidak, untuk hal-ikhwal cinta yang cenderung kuanggap menjijikkan. Aku pikir, aku sudah sampai pada keputusan final tentang cinta: cinta hanyalah omong-kosong!
Namun hal yang menjijikkan itu kembali mendarat
Masalahnya ia teramat sangat mirip dengan ia yang dulu kucinta, mata indahnya, senyum dimulutnya, serta segala hal yang ia lakukan itu mengingatkan ku padanya tentang pertemuan 9 tahun yang lalu
Apakah dia dikirim oleh semesta untuk mengisi lerung hati yang sedang kosong???
Kalau memang benar iya, biarlah semesta kembali mencabut perasaan ini.
Ini terlalu sakit , mencinta tetapi tak berbalas
Ini semua salahku, salahku yang terlalu banyak menaruh harapan denganmu, tanpa mempersiapkan  penyambutan kepergianmu
Lalu apakah kamu pernah bertemu dengan seseorang yang berhasil mengetuk pintu hatimu???
Setelah itu berpisah, semuanya hilang namun hanya menyisakan rasa.


Yang Tak Bermakna

Apa kabar? Sudah pasti baik, bukan? Bagaimana?
Semoga seseorang yang kau pilih bisa lebih perhatian daripada aku.
Bisa menyayangimu tulus daripada aku. Bisa menyayangimu tulus sepenuh hati.
Tulisan ini mungkin akan kau buang sebagaimana tentang chat whatsapp kita yang sudah kau hapus begitu saja tanpa sedikit kenangan didalamnya.

Mungkin begitu cara kerja semesta untuk memberi makna, kau yang memulai dan menghapusnya, sedang aku yang rasakan luka.

Selasa, 09 April 2019

TENTANG DHEA YANG KUCINTA PART 1

Akhir-akhir ini, hatiku meronta-ronta ada rasa yang meluap-luap didalam hati yang tak dapat dibendung.  Sejak pertemuan kita dibazaar itu, aku semacam diliputi perasaan ragu-ragu antara dorongan ingin berbagi rasa bersamanya dengan perasaan kuatir akan rasa yang bertepuk sebelah tangan sungguh membuat diri hanya tampak lemah.

Hatiku luluh dan makin luluh ketika senyumnya masih menjadi bayang-bayang tetapi Aku ragu-ragu setelah mengukur kekuatan diriku sendiri. Apalagi bila aku melihat pemuda-pemuda yang pernah mendekatinya dan gagal. Mereka adalah orang-orang yang lahiriah-batiniah,luar dan dalam, jauh melebihi aku. Lihatlah tampannya, cara-cara bergaulnya, ketaatan beragamanya, akhlaknya, apa lagi kekayaannya.

Karena itu betapapun besar rasa cintaku padanya. Aku harus selalu menahan diri dan sekeras-kerasnya berusaha agar cintaku ini tidak nampak padanya dalam sikap pergaulanku dengan dia. Biarlah dia tidak tahu bahwa aku betul-betul mencintainya.
 Alangkah beratnya berlaku seperti ini.Berat, karena itulah mungkin dorongan ingin memilikinya ini Pribadi yang Selalu Gelisah kadang-kadang tercermin pula dalam pergaulanku dan sikapku yang khusus terhadapnya. Bagaimana kalau dia betul-betul tahu aku mencintainya sedang aku sendiri selalu diliputi keraguan-keraguan dalam melangkah. Ah, biarlah dia yang kucintai itu berbahagia di samping orang lain. Biarlah aku diam saja.

Dia punya kesempatan besar untuk mendapatkan orang yang melebihiku dalam segala bidang.

Tiap setiap kali pikiran itu timbul, setiap itu pula dalam dadaku terasa sebuah sembilu mengiris deras dari atas. Pedih terasa di dada. Bukan ini suatu pengingkaran terhadap hati nurani sendiri dan panggilan hidup?

Senin, 05 Maret 2018

SELAMATKAN KOPMA SEBAGAI PIONIR GERAKAN


Sebagai bagian dari kebijakan menteri Daud yusuf kala itu , Kopma hanyalah salah satu bagian instrumen dari NKK/BKK yang merupakan agenda depolitisasi mahasiswa.

Koperasi yang merupakan spirit dari jargon ekonomi kerakyatan seharusnya bisa dimanfaatkan oleh mahasiswa yang mengemban fungsi Agent of Change, Moral of Force, dan Social of Control untuk ikut serta dalam memahami pergolakan ekonomi nasional & lokal, tetapi ternyata kehadiran kopma pada kalangan mahasiswa masih dianggap sebagai angin lalu, khususnya bagi kaum pergerakan yang ada dikalangan mahasiswa.

Hal ini wajar karena sejak disahkannya koperasi mahasiswa sebagai ukm, ternyata hanyalah yang ukm seni dan pers saja yang masih kritis. Sehingga beberapa kawan-kawan saya dari pergerakan menggeneralisasi bahwa ukm yang lain cumanlah antek-antek birokrasi & mendepolitisasi mahasiswa.
Saya sendiri berpendapat setuju akan hal ini, apalagi ketika kopma cenderung mendewakan satu aspek nya saja yang merupakan keunggulan komparatifnya dibanding ukm lain maka sudah pasti dia terkooptasi menjadi kepanjangan tangan birokrasi & pemerintah saja.

Akan tetapi dibalik semua fakta tersebut saya tidak sepesimis itu memandang kopma, karena melihat latar belakang koperasi secara historis harus diakui bahwa koperasilah yang merupakan wujud asli dari ekonomi kerakyatan

Artinya, dalam sistem ekonomi kerakyatan, koperasi tidak hanya saya akui sebagai bentuk industri yang ideal, tetapi sekaligus sebagai model mikro sistem prekonomian Indonesia.Oleh sebab itu, mudah dipahami pula bila bung Hatta pernah berkata,”Jadinya Indonesia ibarat satu taman yang berisi pohon-pohon koperasi, yang buahnya dipungut oleh rakyat banyak”

Maka dari itu kopma sangat cocok menjadi counter gerakan vis a vis ekonomi neolib yang merupakan musuh bersama mahasiswa pergerakan yang ada dikampus.

Elemen pergerakan kampus seharusnya naïf jika memandang kopma bukanlah sebagai gerakan, karena solusi yang bisa ditawarkan saat ini untuk mewujudkan demokrasi ekonomi cumanlah koperasi.

Maka saya kira justru disinilah letak keabsahan gerakan koperasi mahasiwa sebagai model gerakan  mewujudkan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan

Dengan adanya pemahaman konkret dalam memandang gerakan koperasi dalam lingkaran mahasiswa, 
Perjuangan melawan neoliberalisme di Indonesia menjadi tanggung jawab koperasi mahasiswa.

Melalui tulisan ini, perkenankan saya mengajak gerakan kopma untuk segera bangkit melakukan perlawanan!




Jumat, 19 Januari 2018

Ilusi Ekonomi dan Imperialisme Gaya Baru: Sebuah Resume dan Analisis Singkat Atas Karya John Perkins


Tulisan ini sepenuhnya diilhami dari buku karya John Perkins
Dalam bukunya yang mengisahkan perannya sebagai seorang Economic Hit Man (EHM), John Perkins memberikan uraian bagaimana, dia dan sejawatnya sesama EHM melakukan serangkaian tindakan yang sistematis untuk menjajah suatu negara. Penjajahan ini tidak perlu diartikan sebagai penjajahan secara de jure, sehingga, meskipun secara de jure sebuah negara adalah sah dan berdaulat, maka secara de facto negara tersebut berada dalam pengaruh negara lain. Pengaruh ini, diuraikan oleh John, terutama dalam aspek ekonomi, di mana sumber daya yang dimiliki secara manipulatif dimanfaatkan untuk menyokong kepentingan negara penjajah tersebut, dan hanya sedikit sekali jika tidak sama sekali, yang digunakan untuk kemanfaatan negara pemilik sumber daya tersebut.
Pertama-tama kenapa? Yang terjadi adalah, negara-negara yang menjadi sasaran para EHM adalah negara-negara berkembang dengan sumber daya yang vital bagi negara penjajah. Lalu, bagaimana? Hal inilah yang akan menjadi pembahasan utama dalam artikel ini.
Mereka, para EHM, datang kepada negara-negara tujuan (calon terjajah) dengan membawa sebuah ilusi eknomi. Ilusi ini menyatakan bahwa, kemajuan eknomi suatu negara adalah ditunjukkan dengan statistik-statistik sebagaimana yang mereka bawa. Ambil contoh adalah pertumbuhan ekonomi, yang dihitung dari PDB. Dalam kondisi ekstrim, kondisi bencana alam yang dahsyat, yang kemudian ditindaklanjuti dengan perbaikan infrastruktur secara massif akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh angka-angka rekayasa mereka sendiri. Padahal secara substansi, yang terjadi adalah bencana, bukan begitu? (mereka bahkan menangguk untung dari penderitaan orang lain secara langsung)
Namun, bila ditilik lebih mendalam, siapakah yang mendapat manfaat terbesar dari pertumbuhan ekonomi dalam kasus ini? Tidak lain adalah perusahaan rekayasa dan konstruksi besar, yang mendapat megaproyek perbaikan infrastruktur tersebut. Bila ditilik lebih mendalam lagi, manfaat terbesar dari aktivitas perkonomian yang terus tumbuh ini adalah, apa yang oleh John Perkins diistilahkan dengan lapisan teratas piramida ekonomi, merekalah para pemilik modal, para kapitalis. Sementara mereka yang terserak di dasar piramida ekonomi nyaris tidak mendapatkan manfaat dari angka-angka yang positif tersebut.
Dengan dalih kemajuan, pertumbuhan, dll, para EHM lalu mengarahkan para penentu kebijakan, dan para pengambil keputusan kepada cara yang benar guna mencapai kemajuan-kemajuan ekonomi tersebut. Cara yang benar tersebut adalah dengan menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan, seperti jalan raya, pembangkit listrik, dll, guna menyokong ekonomi yang terus tumbuh tersebut. Lalu, sebagaimana dimaklumi, negara-negara berkembang tidak memiliki cukup sumber dana untuk menggenjot investasi yang sedemikian massif untuk iming-iming pertumbuhan ekonomi yang bersifat ilusi tersebut.
Adakalanya, dan seringkali, iming-iming ini saja tidak cukup. Para penentu kebijakan biasanya juga diming-imingi dengan jaminan tertentu mengenai kekuasaannya dari negara penjajah. Yang artinya, negara penjajah tersebut akan mendukung segala tindak-tanduk penentu kebijakan di negara terjajah, betapapun illegal, amoral, dan buruknya tindakan tersebut, demi melanggengkan kekuasaan sang penentu kebijakan.
Kesepakatan-kesepakatan yang dibuat, pada akhirnya melahirkan perjanjian bantuan dari negara penjajah, atau melalui lembaga internasional (yang dikendalikan oleh negara penjajah) kepada negara (calon) terjajah. Begitu bantuan ini disepakati, cengkeram penjajah tanpa sadar telah menggelayuti negara terjajah, sedikit demi sedikit, pada akhirnya tidak ada yang bisa dilakukan oleh negara terjajah, selain menyerahkan kedaulatan de facto-nya kepada negara penjajah.
Teknik ini umumnya berhasil, namun tidak selalu. Kegagalan teknik ini, adakalanya dimodifikasi oleh EHM, sehingga menghasilkan keberhasilan yang sama, dengan teknik yang berbeda. Namun, pernah juga teknik ini gagal sama sekali. Biasanya ketika menghadapi pemimpin (negara calon terjajah) yang mempunyai keberanian, visi nasionalisme yang kuat, dan keyakinan yang teguh. Saat ini adalah saatnya para serigala (begitu John menyebutnya) bertindak. Pembunuhan berencana yang kasat mata menjadi saksi sejarah bagaimana para pemimpin tersebut menjadi martir dalam usaha membela negaranya masing-masing.
Ketika pada kondisi tertentu, serigala gagal menunaikan misinya, maka invasi merupakan jalan terakhir. Invasi yang dibungkus dengan dalih-dalih aduhai untuk mengelabui mata dunia. Dalih yang biasanya dikemukakan adalah alasan ideologis yang universal semisal Hak Asasi Manusia dan Demokrasi.
Melalui berbagai langkah, baik yang halus maupun kasar, pada akhirnya negara penjajah mendapatkan manfaat dan sumber daya yang mereka butuhkan.
Entah dengan dalih ilusi ekonomi (jika dilakukan dengan cara halus), atau pemulihan pasca perang (perang dalam tanda kutip, karena invasi adalah terminologi yang jauh lebih pas), negara penjajah akan memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh negara penjajah.
Pada dasarnya, nyaris tidak ada uang yang mengalir keluar dari negara penjajah melalui bantuan tersebut. Bantuan tersebut selalu diiringi dengan syarat-syarat yang membuat uang hanya mengalir dari satu rekening ke rekening lain dalam negara penjajah, yang nantinya harus dibayar oleh negara terjajah, bagaimanapun caranya.
Umumnya, dengan berbagai dalil di atas, bantuan tersebut ditujukan untuk membangun (atau memulihkan) infrastruktur. Dan siapa yang harus ditunjuk sebagai pelaksananya? Tidak lain dari korporasi-korporasi besar dari negara-negara penjajah. Ini langkah pertama.
Selanjutnya, infrastruktur yang dibangun, yang berdalih pertumbuhan atau pemuliha, pada dasarnya diarahkan untuk menyokong kepentingan dari negara penjajah. Misalnya, infrastruktur yang baik dirancang untuk persiapan bagi korporasi besar negara penjajah untuk berinvestasi di masa depan di negara terjajah, yang pada hakikatnya untuk mengeruk sumber daya alam yang ada.
Investasi yang nantinya terjadi, jelas sekali tidak memihak kepentingan lokal, namun begitu, negosiasi dilakukan dalam posisi yang asimetris, yaitu pada saat negara terjajah sudah terlilit utang di masa lalu (melalui gerakan para EHM, serigala, atau invasi), sehingga posisi tawar negara terjajah lemah.
Korporasi pengeruk sumber daya tersebut berusaha di negara terjajah, mengeruk sumber dayanya, juga dengan mempekerjakan buruh murah di negara ybs. Keuntungan yang dinikmati penjajah berlipat ganda, sementara penderitaan yang dialami oleh negara terjajah juga berlipat ganda.
Mungkin, masyarakat negara penjajah tidak mengetahui fakta-fakta ini, dan seandainya mereka tahu, merekapun tidak akan setuju akan keadaan ini. Tetapi mereka tidak sadar, mereka hidup dalam pola yang mengharuskan adanya eksploitasi sumber daya dari negara lain untuk menutupi gaya hidup mewah mereka sendiri. Mereka adalah bagian dari penjajahan itu sendiri. Dan mereka tidak menyadari, bahwa mereka diciptakan untuk senantiasa menikmati kondisi tersebut, agar mau tidak mau, suka tidak suka mereka akan mendukung tindakan negara mereka, sebuah imperialism gaya baru, korporatokrasi.

Selasa, 21 November 2017

HOMO HOMINI LUPUS

Tulisan ini lahir ketika saya melaksanan rapat triwulan ke -II, dan dimana teman yang semula kawan menjadi lawan. Sungguh lucu, apalagi pada saat itu calon kekasihku ada diforum tersebut, akibatnya lunturlah gelora cinta antara ku dengannya. Ahh sudahlah. Langsung saja saya membahas tulisanku kali ini "Homo Homini Lupus"

Kalimat terkenal milik Thomas Hobbes yang diartikan "Manusia menjadi serigala atas manusia yang lainnya" sesungguhnya kata-kata tersebut sangatlah tidak pantas untuk menggambarkan sosok manusia yang derajatnya lebih tinggi dibandingkan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Namun jika kita berkaca pada realitas saat ini dan pengalamanku akhir-akhir ini, manusia telah mempraktekkan hal ini dengan dalih untuk kepentingan eksistensinya.

Kehidupan dimasa Hobbes sepertinya tidak jauh berbeda dengan apa yang kita alami saat ini. Manusia pada saat ini pun kerap dihantui oleh prinsip “Bellum Omnium Contra Omnes” (perang melawan semua), selama manusia bersikukuh untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya, manusia yang satu bisa ‘memakan’ dan mengorbankan manusia yang lain; Siapapun dapat menjadi musuh, tidak ada kawan yang ada hanyalah lawan. Sampai saat ini kita dapat merasakan bahwa situasi persaingan antar sesama manusia itu semakin menguat. Jiwa sosial manusia di era serba modern saat ini seakan tidak menampakkan tajinya, yang nampak hanyalah jiwa buas, layaknya serigala yang menerkam mangsanya tanpa kenal ampun.

Gambarannya sangatlah liar, sikap manusia yang terkadang saling sikut, saling berebut, saling tikam mencirikan bahwa manusia dalam bermasyarakatnya tidaklah lebih baik dari cara hidup binatang dalam ekosistem rimbanya. Sekalipun hal ini terjadi hanyalah karena sebuah ambisi, manusia saling jegal hanyalah sekedar ingin mendapatkan kepuasan dari tujuannya. Tindakan senioritas, menggurui, dan pembodohan,apakah tindakan seperti itu mencirikan selayaknya seorang manusia yang berjiwa sosial?

Apabila saya benturkan dalam realitas bermasyarakat, sudah barang tentu jika kita merasa tidak heran lagi melihat masyarakat yang berekonomi rendah melakukan segenap tidakkan yang tidak berorientasikan kemanusiaan, seperti halnya premanisme, perampokkan yang disertai pembunuhan, dan tindak kekerasan antar sesama manusia lainnya. Akan tetapi, tidak hanya masyarakat berekonomi rendah saja yang melakukan hal tersebut, di tingkat para petinggi negeri pun terus saja menyajikan adegan perburuan kekuasaan, kepentingan, uang, serta pengaruh. Hanya demi uang mereka semua keroyokan penuh dendam mematikan, dan hanya demi kepentingan serta pengaruh mereka semua saling sikut-sikutan diantara partai - partai. Semua menjadi berisik seperti gerobombolan lapar, mengaum terus - terusan karena lapar uang. Demi semua itu mereka rela menghalalkan segala cara, tanpa mempedulikan martabat bangsa yang mereka telah injak - injak.

Makhluk berjiwa sosial yang dinamakan Manusia kini telah mati, berganti dengan manusia yang berjiwa buas, mementingkan diri sendiri, dan menjadikan dirinya musuh bagi sesamanya. Jabatan serta prestise telah membutakan nurani. Ilmu yang sejatinya dipergunakan untuk memanusiakan manusia rupanya telah gagal dalam mengemban tugasnya.

Berhentilah menjadi serigala!